Thursday 9 May 2013

TEORI DAN KONSEP KEADILAN DALAM PERSPEKTIF FILSAFAT HUKUM

Berbicara tentang keadilan pastinya tidak ada pendefenisian yang dapat dikatakan sama. Konsep keadilan selalu diartikan dengan berbagai devenisi dan selalu dilatarbelakangi dari sisi orang yang mendefenisikan.
Tentang rumusan keadilan ini ada dua pendapat yang dasar yang perlu diperhatikan, sebagai berikut:
  • Pandangan kaum awami (pendapat awam) yang pada dasarnya merumuskan bahwa yang dimaksudkan dengan keadilan itu ialah keserasian antara penggunaan hak dan pelaksanaan kewajiban selaras dengan dalil ”neraca hukum“ yakni “takaran hak dan kewajiban”.
  • Pandangan para ahli hukum (Purnadi Purbacaraka) yang pada dasarnya merumuskan bahwa keadilan itu adalah keserasian antara kepastian hukum dan kesebandingan hukum.
Adanya kenyataan berdasarkan dalil “takaran hak adalah kewajiban”, yang secara jelas berarti seperti berikut ini:
  • Hak setiap orang itu besar kecilnya tergantung pada atau selaras dengan besar kecil kewajibannya, sehingga dengan demikian berarti pula seperti dibawah ini.
  • Dalam keadaan yang wajar, tidaklah benar kalau seseorang dapat memperoleh haknya secara tidak selaras dengan kewajibannya atau tidak pula selaras kalau seseorang itu dibebankan kewajiban yang tidak selaras dengan haknya.
  • Tiada seorangpun dapat memperoleh haknya tanpa ia melaksanakan kewajibannya, baik sebelum maupun sesudahnya, dan dengan demikian pula sebaliknya tiada seorangpun yang dapat dibebankan kewajibannya tanpa ia memperoleh haknya, baik sebelum maupun sesudahnya.
Contohnya :
  • Setiap pemilik suatu benda atau pemegang hak milik atas suatu benda harus membayar pajak kekayaannya atas benda miliknya itu dalam jumlah tertentu yang ditentukan menurut harga atau nilai bendanya tersebut. semakin mahal harga atau nilai benda tersebut, maka semakin mahal pula pajak yang harus dibayar oleh pemiliknya dan demikian pula sebaliknya.
  • Upah seorang pegawai tentunya diselaraskan dengan berat ringan pekerjaannya.
Pandangan para Filosof tentang keadilan ?
  • Plato,  menurutnya keadilan hanya dapat ada di dalam hukum dan perundang-undangan yang dibuat oleh para ahli yang khusus memikirkan hal itu. Untuk istilah keadilan ini Plato menggunakan kata yunani” Dikaiosune” yang berarti lebih luas, yaitu mencakup moralitas individual dan social. Penjelasan tentang tema keadilan diberi ilustrasi dengan pengalaman saudagar kaya bernama Cephalus. Saudagar ini menekankan bahwa keuntungan besar akan didapat jika kita melakukan tindakan tidak berbohong dan curang. Adil menyangkut relasi manusia dengan yang lain.
  • Aristoteles, adalah seorang filosof pertama kali yang merumuskan arti keadilan. Ia mengatakan bahwa keadilan adalah memberikan kepada setiap orang apa yang menjadi haknya, fiat jutitia bereat mundus. Selanjutnya dia membagi keadilan dibagi menjadi dua bentuk yaitu; pertama, keadilan distributif, adalah keadilan yang ditentukan oleh pembuat undang-undang, distribusinya memuat jasa, hak, dan kebaikan bagi anggota-anggota masyarakat menurut prinsip kesamaan proporsional. Kedua, keadilan korektif, yaitu keadilan yang menjamin, mengawasi dan memelihara distribusi ini melawan serangan-serangan ilegal. Fungsi korektif keadilan pada prinsipnya diatur oleh hakim dan menstabilkan kembali status quo dengan cara mengembalikan milik korban yang bersangkutan atau dengan cara mengganti rugi atas miliknya yang hilang. Atau kata lainnya keadilan distributif adalah keadilan berdasarkan besarnya  jasa yang diberikan, sedangkan keadilan korektif adalah keadilan berdasarkan persamaan hak tanpa melihat besarnya jasa yang diberikan.
  • Ulpianus, yang mengatakan bahwa keadilan adalah kemauan yang bersifat tetap dan terus menerus untuk memberikan kepada setiap orang apa yang mestinya untuknya (Iustitia est constans et perpetua voluntas ius suum cuique tribuendi).
  • Ustinian, yang menyatakan bahwa “keadilan adalah kebijakan yang memberikan hasil,  bahwa setiap orang mendapat apa yang merupakan bagiannya”.
  • Herbert Spenser, yang menyatakan bahwa setiap orang bebas untuk menentukan apa yang akan dilakukannya, asal ia tidak melanggar kebebasan yang sama dari lain orang”.
  • Roscoe Pound, yang melihat indikator keadilan  dalam hasil-hasil konkret yang bisa diberikannya kepada masyarakat. Ia melihat bahwa  hasil yang diperoleh itu hendaknya berupa perumusan kebutuhan manusia sebanyak-banyaknya dengan pengorbanan yang sekecil-kecilnya.
  • Nelson, yang meyatakan bahwa “Tidak ada arti lain bagi keadilan kecuali persamaan pribadi”.
  • John Salmond, yang menyatakan bahwa norma keadilan menentukan ruang lingkup dari kemerdeka an individual dalam mengejar ke makmuran individual, sehingga dengan demikian membatasi kemerdekaan individu di dalam batas-batas sesuai dengan kesejahteraan umat manusia.
  • Hans Kelsen, menurutnya keadilan tentu saja juga digunakan dalam hukum, dari segi kecocokan dengan hukum positif-terutama kecocokan dengan undang-undang. Ia menggangap sesuatu yang adil hanya mengungkapkan nilai kecocokan relative dengan sebuah norma 'adil' hanya kata lain dari 'benar'.
  • Jhon Rawls, Konsep keadilan menurut rawls, ialah suatu upaya untuk mentesiskan paham liberalisme dan sosialisme. Sehingga secara konseptual rawls menjelaskan keadilan sebagai fairness, yang mengandung asas-asas, “bahwa orang-orang yang merdeka dan rasional yang berkehendak untuk mengembangkan kepentingan-kepentingannya hendaknya memperoleh suatu kedudukan yang sama pada saat akan memulainya dan itu merupakan syarat yang fundamental bagi mereka untuk memasuki perhimpuan yang mereka hendaki.

Keadilan dalam perpektif filsafat hukum
Penganut paradigma Hukum Alam meyakini bahwa alam semesta diciptakan dengan prinsip keadilan, sehingga dikenal antara lain Stoisisme norma hukum alam primer yg bersifat umum menyatakan:Berikanlah kepada setiap orang apa yang menjadi haknya (unicuique suum tribuere), dan jangan merugikan seseorang (neminem laedere). Cicero juga menyatakan bahwa hukum dan keadilan tidak ditentuk an oleh pendapat manusia, tetapi oleh alam.
Paradigma Positivisme Hukum, keadilan dipandang sebagai tujuan hukum. Hanya saja disadari pula sepenuhnya tentang relativitas dari keadilan ini sering mengaburkan unsur lain yang juga penting, yakni unsur kepastian hukum. Adagium yang selalu didengungkan adalah Suum jus, summa injuria; summa lex, summa crux. Secara harfiah ungkapan tersebut berarti bahwa hukum yang keras akan melukai, kecuali keadilan dapat menolongnya.
Dalam paradigma hukum Utiliranianisme, keadilan dilihat secara luas. Ukuran satu-satunya untuk mengukur sesauatu adil atau tidak adalah seberapa besar dampaknya bagi kesejahteraan manusia (human welfare). Adapun apa yang dianggap bermanfaat dan tidak bermanfaat, diukur dengan perspektif ekonomi.
Perspektif tentang keadilan sebagaimana dirumuskan di atas, menurut Satjipto Rahardjo bahwa keadilan mencerminkan bagaimana seseorang  melihat tentang hakikat manusia dan bagaimana seseorang memperlakukan manusia. Lebih lanjut Angkasa mengatakan bahwa Karena keadilan adalah ukuran yang dipakai seseorang dalam memberikan terhadap objek yang berada di luar  diri orang tersebut. Mengingat objek yang dinilai adalah manusia maka ukuran-ukuran yang diberikan oleh seseorang terhadap orang lain tidak dapat dilepaskan dengan bagaimana seseorang tersebut memberikan konsep atau makna tentang manusia. Apabila seseorang melihat orang lain sebagai mahluk yang mulia maka perlakuan seseorang tersebutpun akan mengikuti anggapan yang dipakai sebagai ancangan  dan  sekaligus akan mentukan ukuran yang dipakai dalam menghadapi orang lain.  Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa  masalah keadilan tidak dapat dilepaskan dengan filsafat tentang manusia”.
Terlepas dari berbagai pandangan konsep keadilan tersebut diatas, dalam hal ini penulis ingin berbagi pendapat tentang bagaimana konsep keadilan yang sesungguhnya terlepas dari latarbelakang penulis. Keadilan pada dasarnya sifatnya adalah abstrak, dan hanya bisa dirasakan dengan akal dan pikiriran serta rasionalitas dari setiap individu/masyarkat. Keadilan tidak berbentuk dan tidak dapat dilihat namun pelaksanaannya dapat kita lihat dalam perspektif pencarian keadilan yang kitalihat sehari-hari. Keadilan juga tidak memiliki ukuran serta takaran yang pasti tentang bagaimana halnya suatu keadaan yang “Adil”. Secara sederhana kapan keadilan itu dibicarakan dan mengapa? Pada dasarnya seseorang atau individu/masyarakat mencari keadilan ketika dirasakan adanya suatu ketidakadilan atau dengan kata lain keadilan muncul ketika adanya ketidak adilan yang dirasakan.
Namun sebelumnya pelu dikethui bahwa setiap manusia pada dasarnya terlahir dalam kehendak bebas (dalam arti luas) masing-masing, oleh karena adanya kehendak bebas dari setiap individu tersebut akhirnya membentur kehendak bebas dari individu lain, sehingga secara tidak langsung dan tidak disadari bahwa kehendak bebas dari setiap individu tersebut ternyata dibatasi oleh kehendak bebas dari individu lain dan sebaliknya. Dengan berbagai factor dan alasan timbul konflik dalam masyarakat baik oleh masing-masing indivu yang berusaha mengambil kebebasan dari individu lain dengan tujuan dan maksud tertentu. Oleh karena adanya pengambilan kehendak bebas dari seseorang oleh orang lain tersebut, maka timbul usaha untuk mencari keadilan. Seseorang/individu tidak akan mencari serta mengetahui keadilan itu seperti apa ketika memang tidak ada kepentingan serta kebebasannya yang dicurangi atau dilukai. Ketika tidak ada hal-hal yang mengganggu kepentingan kita/manusia baik itu kebebasan (dalam arti luas atau kebebasan terbatas) maka menurut saya tidak akan muncul kata tentang “Keadilan”.
Dengan demikian disini saya berkesimpulan bahwa keadilan itu merupakan suatu keadaan dimana adanya suatu keseimbangan antara pelaksanaan kehendak bebas dan kepentingan setiap individu/masyarakat dalam pelaksanaan kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Pendapat ini penulis lebih condong pada konsep keadilan menurut Herbet Spenser (baca diatas).


DAFTAR PUSTAKA
Angkasa, 2010, Filsafat Hukum ( Materi Kuliah ), Magister Ilmu Hukum Hukum UNSOED, Perwokerto.
Ansori, Abdul Gafur, 2006, Filsafat Hukum Sejarah, Aliran Dan Pemaknaan, Gajah Mada Universisty Press, Yogyakarta.
Fuady, Munir Fuady, 2010, Dinamika Teori Hukum, Ghalia Indonesia, Ciawi-Bogor.
Garvey, James, 2010, 20 Karya Filsafat Terbesar, Penerbit  Kanisius, Yogyakarta.
Halim, A. Ridwan, 2005, Pengantar Ilmu Hukum Dalam Tanya Jawab, Ghalia Indonesia, Jakarta.
Kelsen Hans, 2009, Pengantar Teori Hukum, Penerbit Nusa Media, Bandung.
Manullang, E. Fernando M, 2007, Menggapai Hukum Berkeadilan, Buku Kompas, Jakarta.
Rato,Dominikus, 2010,  Filsafat Hukum, Mencari, Menemukan, Dan Memahami Hukum, LaksBang Yustisia, Surabaya.

No comments:

Post a Comment

Silahkan Memberikan Komentar baik berupa Saran atau Kritik atau apapun itu so pastinya dengan sopan !
Semoga Blog ini Bermanfaat
TRIMAKASIH
:)