Yang dimaksud dengan “masalah yuridis” (dalam kebijakan formulasi) adalah : “suatu masalah dilihat dari kebijakan formulasi yang seharusnya“ (menurut sistem yang sedang berlaku); kebijakan formulasi/perumusan yang bermasalah dilihat dari sistem hukum pidana (sistem pemidanaan) yang seharusnya. Jadi bukan dilihat dari sudut:
- filosofik (adil/tidak adil) atau teoritik/doktrinal;
- pragmatik (manfaat/tdk; dapat diterapkan/tdk.; kecuali, kalau tidak dpt diterapkannya karena ada kekurangan menurut sistem yang seharusnya);
- sosiologik (sesuai/tdk. dengan nilai yang hidup dlm. masyarakat);
- perbandingan bobot delik;
Permasalahan juridis (contoh)
1. Masalah kualifikasi delik :
1. Masalah kualifikasi delik :
- Kejahatan/pelanggaran;
- Permufakatan jahat;
- Delik aduan;
- Recidive;
- Pidana minimal;
- Pidana denda untuk korporasi;
- Masalah pidana mati (dalam UU TPK);
- Pidana pengawasan (dalam UU PA)
- Pidana “Kurungan pengganti” dalam UU No 5 tahun 1999
Contoh : Kelemahan dalam UU 31/1999 jo UU 20/2001 ttg Tipikor
1. Masalah kualifikasi delik
1. Masalah kualifikasi delik
Dalam UU 31/1999 jo. UU 20/2001 tidak dicantumkan kualifikasi delik berupa kejahatan dan pelanggaran
Akibatnya masalah2 yang berkaitan dengan concursus, Daluwarsa penuntutan pidana dan daluwarsa pelaksanaan pidana.
Akibatnya masalah2 yang berkaitan dengan concursus, Daluwarsa penuntutan pidana dan daluwarsa pelaksanaan pidana.
(Contoh : Daluwarsa Penuntutan Pidana untuk kejahatan dan Pelanggaran )Pasal 78 KUHP
- Kewenangan menuntut pidana hapus karena daluwarsa:
- mengenai semua pelanggaran dan kejahatan yang dilakukan dengan percetakan sesudah satu tahun;
- mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana denda, pidana kurungan, atau pidana penjara paling lama tiga tahun, sesudah enam tahun;
- mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana penjara lebih dari tiga tahun, sesudah dua belas tahun;
- mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, sesudah delapan belas tahun.
- Bagaimana apabila ada faktor yang memperingan/ memperberat pidana? Apakah pidana minimalnya atau maksimalnya yang diperingan atau diperberat?
3. Tidak adanya aturan atau pedoman khusus yang untuk menerapkan sanksi pidana yang dirumuskan dengan sistem kumulasi.
Contoh : Pasal 2 UU 31/1999 (memperkaya diri) diancam dengan kumulatif dan Pasal 3 UU 31 tahun 1999 (menyalahgunakan kewenangan) dirumuskan dengan kumulatif alternatif, padahal secara teoritis bobot deliknya sama.
4. Pidana Pokok Korporasi hanya denda (Pasal 20).
4. Pidana Pokok Korporasi hanya denda (Pasal 20).
- Padahal jika dilihat seharusnya penutupan korporasi/ pencabutan izin usaha dalam waktu tertentu dapat dilakukan sebagai pengganti pidana perampasan kemerdekaan;
- Tidak adanya ketentuan khusus mengenai pelaksanaan pidana denda yang tidak dibayar oleh korporasi.
5. Pasal 30 KUHP (apabila denda tidak dibayar diganti oleh pidana kurungan pengganti selama 6 bulan) tidak dapat diterapkan untuk korporasi.
6. Tidak adanya ketentuan khusus yang merumuskan pengertian dari istilah permufakatan jahat.
7. Aturan peralihan dalam Pasal 43 A UU 20/2001 yang dinilai berlebihan karena secara sistemik sudah ada Pasal 1 ayat (2) KUHP;
8. Formulasi Pidana Mati yang hanya berlaku untuk satu pasal yakni Pasal 2 ayat (1) yang dirumuskan dalam Pasal 2 ayat (2).
Dalam penjelasan:
- Yang dimaksud dengan "keadaan tertentu" dalam ketentuan ini dimaksudkan sebagai pemberatan bagi pelaku tindak pidana korupsi apabila tindak pidana tersebut dilakukan pada waktu negara dalam keadaan bahaya sesuai dengan undang-undang yang berlaku, pada waktu terjadi bencana alam nasional, sebagai pengulangan tindak pidana korupsi, atau pada waktu negara dalam keadaan krisis ekonomi dan moneter.
- Keadaan tertentu seperti Negara dalam keadaan bahaya, Keadaan bencana alam nasional mungkin terjadi hanya dalam waktu 50-60 tahun sekali begitu juga dengan krisis ekonomi, sehingga pidana mati sulit dijatuhkan
- Dalam Pasal 486 KUHP sebenarnya bisa menjaring pengulangan untuk TPK delik jabatan UU 31/1999 yakni Pasal 8 (eks Pasal 415 KUHP), Pasal 10 (Pasal 417 KUHP ) dan Pasal 12 sub f, g h (Pasal 425 KUHP) Setelah keluarnya UU 20/2001 ketiga pasal KUHP itu termasuk pasal-pasal yang dinyatakan tidak berlaku oleh Pasal 43 B, sehingga tidak bisa dijaring dengan ketentuan recidive dalam KUHP
izin share ya bang
ReplyDeleteizin share ya bang
ReplyDelete