Saturday, 6 July 2013

TEORI-TEORI PEMIDANAAN DAN TUJUAN PEMIDANAAN

Teori-teori pemidanaan dan tujuan pemidanaan yang ditawarkan dalam perkembangan hukum mengalami perubahan-perubahan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Dalam perkembangannya, tujuan pemidanaan dan pemidanaan memiliki pandangan-pandangan tersendiri yang mengalami perubahan-perubahan dari waktu ke waktu dengan berbagai aliran atau penggolongan sebagai berikut.

Aliran Klasik berfaham indeterminisme mengenai kebebasan kehendak (free will) manusia yang menekankan pada perbuatan pelaku kejahatan sehingga dikehendakilah hukum pidana perbuatan (daad-strefrecht). Aliran klasik pada prinsipnya hanya menganutsingle track system berupa sanksi tunggal, yaitu sanksi pidana. Aliran ini juga bersifat retributif dan represif terhadap tindak pidana, sebab doktrin dalam aliran ini adalah pidana harus sesuai dengan kejahatan. Sebagai konsekuensinya, hukum harus dirumuskan dengan jelas dan tidak memberikan kemungkinan bagi hakim untuk melakukan penafsiran.

Aliran Modern atau aliran positif bertitik tolak pada aliran determinisme yang menggantikan doktrin kebebasan berkehendak (the doctrine of free will). Manusia dipandang tidak mempunyai kebebasan berkehendak, tetapi dipengaruhi oleh watak lingkungannya, sehingga dia tidak dapat dipersalahkan atau dipertanggungjawabkan dan dipidana. Aliran ini menolak pandangan pembalasan berdasarkan kesalahan yang subyektif. Aliran ini menghendaki adanya individualisasi pidana yang bertujuan untuk mengadakan resosialisasi pelaku. Aliran ini menyatakan bahwa sistem hukum pidana, tindak pidana sebagai perbuatan yang diancam pidana oleh undang-undang, penilaian hakim yang didasarkan pada konteks hukum yang murni atau sanksi pidana itu sendiri harus tetap dipertahankan. Hanya saja dalam menggunakan hukum pidana, aliran ini menolak penggunaan fiksi-fiksi yuridis dan teknik-teknik yuridis yang terlepas dari kenyataan sosial.

Aliran Neo Klasik beranggapan bahwa pidana yang dihasilkan olah aliran klasik terlalu berat dan merusak semangat kemanusiaan yang berkembang pada saat itu. Perbaikan dalam aliran neo klasik ini didasarkan pada beberapa kebijakan peradilan dengan merumuskan pidana minimum dan maksimum dan mengakui asas-asas tentang keadaan yang meringankan (principle ofextenuating circumtances). Perbaikan selanjutnya adalah banyak kebijakan peradilan yang berdasarkan keadaaan-keadaan obyektif. Aliran ini mulai mempertimbangkan kebutuhan adanya pembinaan individual dari pelaku tindak pidana.
Disamping munculnya aliran-aliran hukum pidana tersebut muncullah teori-teori tentang pemidanaan beserta tujuannya masing-masing yaitu sebagai berikut:

a. Teori Absolut/Teori pembalasan (Vergeldings Theorien)Menurut teori ini pidana dijatuhkan semata-mata karena orang telah melakukan kejahatan atau tindak pidana. Teori ini diperkenalkan oleh Kent dan Hegel. Teori Absolut didasarkan pada pemikiran bahwa pidana tidak bertujuan untuk praktis, seperti memperbaiki penjahat tetapi pidana merupakan tuntutan mutlak, bukan hanya sesuatu yang perlu dijatuhkan tetapi menjadi keharusan, dengan kata lain hakikat pidana adalah pembalasan (revegen).

Sebagaimana yang dinyatakan Muladi (Zainal Abidin, 2005 : 11) bahwa: Teori absolut memandang bahwa pemidanaan merupakan pembalasan atas kesalahan yang telah dilakukan sehingga berorientasi pada perbuatan dan terletak pada terjadinya kejahatan itu sendiri. Teori ini mengedepankan bahwa sanksi dalam hukum pidana dijatuhkan semata-mata karena orang telah melakukan sesuatu kejahatan yang merupakan akibat mutlak yang harus ada sebagai suatu pembalasan kepada orang yang melakukan kejahatan sehingga sanksi bertujuan untuk memuaskan tuntutan keadilan.
Menurut Vos (Andi Hamzah, 1993 : 27), bahwa: Teori pembalasan absolut ini terbagi atas pembalsan subyektif dan pembalasan obyektif. Pembalasan subyektif adalah pembalasan terhadap kesalahan pelaku, sementara pembalasan obyektif adalah pembalasan terhadap apa yang telah diciptakan oleh pelaku di dunia luar.
Teori pembalasan mengatakan bahwa pidana tidaklah bertujuan untuk yang praktis, seperti memperbaiki penjahat. Kejahatan itu sendirilah yang mengandung unsur-unsur untuk dijatuhkannya pidana. Pidana secara mutlak ada, karena dilakukan suatu kejahatan. Tidaklah perlu untuk memikirkan manfaat menjatuhkan pidana itu. Setiap kejahatan harus berakibatkan dijatuhkan pidana kepada pelanggar. Oleh karena itulah maka teori ini disebut teori absolut. Pidana merupakan tuntutan mutlak, bukan hanya sesuatu yang perlu dijatuhkan tetapi menjadi keharusan. Hakikat suatu pidana ialah pembalasan (Andi Hamzah, 2005 : 31).
Nigel Walker. Menjelaskan bahwa ada dua golongan penganut teori retributive yaitu: 
Teori retributif Murni: yang memandang bahwa pidana harus sepadan dengan kesalahan.
Teori retributif Tidak Murni, Teori ini juga masih terpecah menjadi dua yaitu: 
  • Teori Retributif terbatas (The Limiting Retribution). Yang berpandangan bahwa pidana tidak harus sepadan dengan kesalahan. Yang lebih penting adalah keadaan yang tidak menyenangkan yang ditimbulkan oleh sanksi dalam hukum pidana itu harus tidak melebihi batas-batas yang tepat untuk penetapan kesalahan pelanggaran. 
  • Teori retributive distribusi (retribution in distribution). Penganut teori ini tidak hanya melepaskan gagasan bahwa sanksi dalam hukum pidana harus dirancang dengan pandangan pada pembalasan, namun juga gagasan bahwa harus ada batas yang tepat dalam retribusi pada beratnya sanksi.

b. Teori Relatif atau Tujuan (Doel Theorien)

Teori relatif atau teori tujuan, berpokok pangkal pada dasar bahwa pidana adalah alat untuk menegakkan tata tertib (hukum) dalam masyarakat. Teori ini berbeda dengan teori absolut, dasar pemikiran agar suatu kejahatan dapat dijatuhi hukuman artinya penjatuhan pidana mempunyai tujuan tertentu, misalnya memperbaiki sikap mental atau membuat pelaku tidak berbahaya lagi, dibutuhkan proses pembinaan sikap mental.
Menurut Muladi (Zainal Abidin, 2005 : 11) tentang teori ini bahwa: Pemidanaan bukan sebagai pembalasan atas kesalahan pelaku tetapi sarana mencapai tujuan yang bermanfaat untuk melindungi masyarakat menuju kesejahteraan masyarakat. Sanksi ditekankan pada tujuannya, yakni untuk mencegah agar orang tidak melakukan kejahatan, maka bukan bertujuan untuk pemuasan absolut atas keadilan.
Dari teori ini muncul tujuan pemidanaan yang sebagai sarana pencegahan, baik pencegahan khusus (speciale preventie) yang ditujukan kepada pelaku maupun pencegahan umum (general preventie) yang ditujukan ke masyarakat.
Teori relatif ini berasas pada tiga tujuan utama pemidanaan yaitu preventif,detterence, dan reformatif. Tujuan preventif (prevention) untuk melindungi masyarakat dengan menempatkan pelaku kejahatan terpisah dari masyarakat. Tujuan menakuti (detterence) untuk menimbulkan rasa takut melakukan kejahatan, baik bagi individual pelaku agar tidak mengulangi perbuatanya, maupun bagi publik sebagai langkah panjang. Sedangkan tujuan perubahan (reformation) untuk mengubah sifat jahat si pelaku dengan dilakukannya pembinaan dan pengawasan, sehingga nantinya dapat kembali melanjutkan kebiasaan hidupnya sehari-hari sebagai manusia yang sesuai dengan nilai-nilai yang ada di masyarakat.
Menurut teori ini suatu kejahatan tidak mutlak harus diikuti dengan suatu pidana. Untuk ini, tidaklah cukup adanya suatu kejahatan, tetapi harus dipersoalkan perlu dan manfaatnya suatu pidana bagi masyarakat atau bagi si penjahat sendiri. Tidaklah saja dilihat pada masa lampau, tetapi juga pada masa depan.
Dengan demikian, harus ada tujuan lebih jauh daripada hanya menjatuhkan pidana saja. Dengan demikian, teori ini juga dinamakan teori tujuan. Tujuan ini pertama-tama harus diarahkan kepda upaya agar dikemudian hari kejahatan yang dilakukan itu tidak terulang lagi (prevensi).
Teori relatif ini melihat bahwa penjatuhan pidana bertujuan untuk memperbaiki si penjahat agar menjadi orang yang baik dan tidak akan melakukan kejahatan lagi. Menurut Zevenbergen(Wirjono Projdodikoro, 2003 : 26) ”terdapat tiga macam memperbaiki si penjahat, yaitu perbaikan yuridis, perbaikan intelektual, dan perbaikan moral.”
Perbaikan yuridis mengenai sikap si penjahat dalam hal menaati undang-undang. Perbaikan intelektual mengenai cara berfikir si penjahat agar ia insyaf akan jeleknya kejahatan. Sedangkan perbaikan moral mengenai rasa kesusilaan si penjahat agar ia menjadi orang yang bermoral tinggi.

c. Teori Gabungan/modern (Vereningings Theorien)
Teori gabungan atau teori modern memandang bahwa tujuan pemidanaan bersifat plural, karena menggabungkan antara prinsip-prinsip relatif (tujuan) dan absolut (pembalasan) sebagai satu kesatuan. Teori ini bercorak ganda, dimana pemidanaan mengandung karakter pembalasan sejauh pemidanaan dilihat sebagai suatu kritik moral dalam menjawab tindakan yang salah. Sedangkan karakter tujuannya terletak pada ide bahwa tujuan kritik moral tersebut ialah suatu reformasi atau perubahan perilaku terpidana di kemudian hari.
Teori ini diperkenalkan oleh Prins, Van Hammel, Van List (Djoko Prakoso, 1988 :47) dengan pandangan sebagai berikut :
  1. Tujuan terpenting pidana adalah membrantas kejahatan sebagai suatu gejala masyarakat.
  2. Ilmu hukum pidana dan perundang-undangan pidana harus memperhatikan hasil studi antropologi dan sosiologis.
  3. Pidana ialah suatu dari yang paling efektif yang dapat digunakan pemerintah untuk memberantas kejahatan. Pidana bukanlah satu-satunya sarana, oleh karena itu pidana tidak boleh digunakan tersendiri akan tetapi harus digunakan dalam bentuk kombinasi denga upaya sosialnya.
Dari pandangan diatas menunjukkan bahwa teori ini mensyaratkan agar pemidanaan itu selain memberikan penderitaan jasmani juga psikologi dan terpenting adalah memberikan pemidanaan dan pendidikan.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan dari pemidanaan, yaitu dikehendakinya suatu perbaikan-perbaikan dalam diri manusia atau yang melakukan kejahatan-kejahatan terutama dalam delik ringan. Sedangkan untuk delik-delik tertentu yang dianggap dapat merusak tata kehidupan sosial dan masyarakat, dan dipandang bahwa penjahat-penjahat tersebut sudah tidak bisa lagi diperbaiki, maka sifat penjeraan atau pembalasan dari suatu pemidanaan tidak dapat dihindari. Teori ini di satu pihak mengakui adanya unsur pembalasan dalam penjatuhan pidana. Akan tetapi di pihak lain, mengakui pula unsur prevensi dan unsur memperbaiki penjahat/pelaku yang melekat pada tiap pidana. Teori ketiga ini muncul karena terdapat kelemahan dalam teori absolut dan teori relatif, kelemahan kedua teori tersebut adalah (Hermien Hadiati Koeswadji, 1995 : 11-12):
Kelemahan teori absolut :

  1. Dapat menimbulkan ketidakadilan. Misalnya pada pembunuhan tidak semua pelaku pembunuhan dijatuhi pidana mati, melainkan harus dipertimbangkan berdasarkan alat-alat bukti yang ada.
  2. Apabila yang menjadi dasar teori ini adalah untuk pembalasan, maka mengapa hanya Negara saja yang memberikan pidana?
Kelemahan teori tujuan :
  1. Dapat menimbulkan ketidak adilan pula. Misalnya untuk mencegah kejahatan itu dengan jalan menakut-nakuti, maka mungkin pelaku kejahatan yang ringan dijatuhi pidana yang berat sekadar untuk menakut-nakuti saja, sehingga menjadi tidak seimbang. Hal mana bertentangan dengan keadilan.
  2. Kepuasan masyarakat diabaikan. Misalnya jika tujuan itu semata-mata untuk memperbaiki sipenjahat, masyarakat yang membutuhkan kepuasan dengan demikian diabaikan.
  3. Sulit untuk dilaksanakan dalam peraktek. Bahwa tujuan mencegah kejahatan dengan jalan menakut-nakuti itu dalam praktek sulit dilaksanakan. Misalnya terhadap residive.
Dengan munculnya teori gabungan ini, maka terdapat perbedaan pendapat dikalangan para ahli (hukum pidana), ada yang menitik beratkan pembalasan, ada pula yang ingin unsur pembalasan dan prevensi seimbang.

Yang pertama, yaitu menitik beratkan unsur pembalasan dianut oleh Pompe (Andi Hamzah, 2005 : 36). Pompe menyatakan: Orang tidak menutup mata pada pembalasan. Memang, pidana dapat dibedakan dengan sanksi-sanksi lain, tetapi tetap ada ciri-cirinya. Tetap tidak dapat dikecilkan artinya bahwa pidana adalah suatu sanksi, dan dengan demikian terikat dengan tujuan sanksi-sanksi itu. Dan karena hanya akan diterapkan jika menguntungkan pemenuhan kaidah-kaidah dan berguna bagi kepentingan umum.
Van Bemmelan pun menganut teori gabungan (Andi Hamzah, 2005 : 36), ia menyatakan: Pidana bertujuan membalas kesalahan dan mengamankan masyarakat. Tindakan bermaksud mengamankan dan memelihara tujuan. Jadi pidana dan tindakan, keduanya bertujuan mempersiapkan untuk mengembalikan terpidana kedalam kehidupan masyarakat.
Grotius mengembangkan teori gabungan yang menitik beratkan keadilan mutlak yang diwujudkan dalam pembalasan, tetapi yang berguna bagi masyarkat. Dasar tiap-tiap pidana ialah penderitaan yang berat sesuai dengan beratnya perbuatan yang dilakukan oleh terpidana. Tetapi sampai batas mana beratnya pidana dan beratnya perbuatan yang dilakukan oleh terpidana dapat diukur, ditentukan oleh apa yang berguna bagi masyarakat.
Teori yang dikemukakan oleh Grotius tersebut dilanjutkan oleh Rossi dan kemudian Zenvenbergen, yang mengatakan bahwa makna tiap-tiap pidana ialah pembalasan tetapi maksud tiap-tiap pidana melindungi tata hukum. Pidana mengembalikan hormat terhadap hukum dan pemerintahan (Andi Hamzah, 2005 : 37).
Teori gabungan yang kedua yaitu menitik beratkan pertahanan tata tertib masyarakat. Teori ini tidak boleh lebih berat daripada yang ditimbulkannya dan gunanya juga tidak boleh lebih besar dari pada yang seharusnya.
Pidana bersifat pembalasan karena ia hanya dijatuhkan terhadap delik-delik, yaitu perbuatan yang dilakukan secara sukarela, pembalasan adalah sifat suatu pidana tetapi bukan tujuan. Tujuan pidana ialah melindungi kesejahtraan masyarakat.
Menurut Vos (Andi Hamzah, 2005 : 37) ”pidana berfungsi sebagai prevensi umum, bukan yang khusus kepada terpidana, karena kalau ia sudah pernah masuk penjara ia tidak terlalu takut lagi, karena sudah berpengalaman.”
Teori gabungan yang ketiga, yaitu yang memandang pembalasan dan pertahanan tata tertib masyarakat. Menurut E. Utrecht teori ini kurang dibahas oleh para sarjana (Andi Hamzah, 2005 : 37).

2 comments:

Silahkan Memberikan Komentar baik berupa Saran atau Kritik atau apapun itu so pastinya dengan sopan !
Semoga Blog ini Bermanfaat
TRIMAKASIH
:)