PERAN WHISTLEBLOWER dan JUSTICE COLLABORATOR dalam
PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA
Tindak Pidana
Korupsi merupakan suatu kejahatan luar biasa (Ekstraordinary Crime) yang
dilakukan oleh perseorangan atau korporasi dan pegawai negeri atau pejabat
negara. Tindak pidana/kejahatan ini dilakukan untuk memperkaya diri sendiri
atau suatu korporasi yang dilakukan dengan berbagai cara. Perbuatan ini erat
kaitannya dengan dapat menimbulkan kerugian negara atau perekonomian negara.
Dalam proses pemeriksaan tindak pidana ini banyak kasus-kasus yang tidak
terselesaikan mapun pemberian putusan yang tidak sesuai dengan harapan
masyarakat. Koruptor-koruptor sepertinya begitu pintar dan licik dalam
menyembunyikan perbuatannya hingga para aparatur penegak hukum yang telah
memiliki kualitas dan keahlian dibidanganya dalam menangani kasus-kasus
kejahatan tidak dapat menemukan atau membuktikan
suatu perbuatan tindak pidana korupsi yang telah merugikan keuangan negara atau yang dapat merugikan keuangan negara tersebut. Padahal koruptor-koruptor tidak memiliki pendidikan khusus korupsi, dibandingkan dengan apara penegak hukum yang masing-masing memiliki keahlian khusus, misalnya Hakim, Jaksa Penuntut Umum, Penyidik yang telah dipersiapkan dengan matang-matang dengan berbagai pelatihan. Alasan yang sering diungkapkan oleh para aparatur ketika menangani kasus korupsi yaitu tidak cukup bukti. Alasan ini sebenarnnya bukanlah alasan yang dapat diterima begitu saja, karena hal ini dapat melemahkan kedudukan masyarakat yang selalu mendukung kinerja aparatur dalam penegakan hukum untuk memberantas korupsi. Namun pada faktanya, perjalanan pemberantasan korupsi di Indonesia masih lemah karena masih banyaknya koruptor-koruptor yang diputus tidak sesuai dengan harapan dan bahkan ada koruptor yang bebas dari jeratan hukum. Sebuah ironi yang sangat memilukan seperti terkena bencana ketika mendengarkan seorang koruptor harus bebas dari segala tuntutan hukum dan dibiarkan begitu saja berkeliaran menikmati uang negara yang merupakan uang masyarakat Indonesia. Ini merupakan PR bagi masyarakat Indonesia maupun aparatur penegak hukum untuk memberantas Korupsi, agar bersih dari penyelenggara negara ini.
suatu perbuatan tindak pidana korupsi yang telah merugikan keuangan negara atau yang dapat merugikan keuangan negara tersebut. Padahal koruptor-koruptor tidak memiliki pendidikan khusus korupsi, dibandingkan dengan apara penegak hukum yang masing-masing memiliki keahlian khusus, misalnya Hakim, Jaksa Penuntut Umum, Penyidik yang telah dipersiapkan dengan matang-matang dengan berbagai pelatihan. Alasan yang sering diungkapkan oleh para aparatur ketika menangani kasus korupsi yaitu tidak cukup bukti. Alasan ini sebenarnnya bukanlah alasan yang dapat diterima begitu saja, karena hal ini dapat melemahkan kedudukan masyarakat yang selalu mendukung kinerja aparatur dalam penegakan hukum untuk memberantas korupsi. Namun pada faktanya, perjalanan pemberantasan korupsi di Indonesia masih lemah karena masih banyaknya koruptor-koruptor yang diputus tidak sesuai dengan harapan dan bahkan ada koruptor yang bebas dari jeratan hukum. Sebuah ironi yang sangat memilukan seperti terkena bencana ketika mendengarkan seorang koruptor harus bebas dari segala tuntutan hukum dan dibiarkan begitu saja berkeliaran menikmati uang negara yang merupakan uang masyarakat Indonesia. Ini merupakan PR bagi masyarakat Indonesia maupun aparatur penegak hukum untuk memberantas Korupsi, agar bersih dari penyelenggara negara ini.
Searah dengan perjalanan pemberantasan korupsi di
Indonesia, telah banyak terobosan hukum atau strategi yang digunakan dalam
penegakan hukum. Terobosan baru yang digunakan dalam pemberantasan korupsi,
seperti pemberian perlindungan hukum bagi setiap orang lazimnya korban yang
kemudian bersaksi memberikan keterangan kepada penyidik mengenai seluk beluk
tindak pidana yang ia ketahui dan dengar sendiri bahkan ia alami sendiri,
terobosan ini biasa dikenal dengan istilah Whistle blower. Lain halnya dengan Justice
Collaborator, yaitu pemberian perlindungan hukum yang tidak hanya sebatas fisik
melainkan juga “keringanan-keringanan” yang bisa ditawar, dan ini biasanya
diberikan kepada salah seorang tersangka/terdakwa yang perannya paling ringan
dapat dijadikan sebagai saksi dalam perkara yang sama dan bisa saja dibebaskan
dari penuntutan pidana, jika ia dapat membantu mengungkap tindak pidana korupsi
tersebut. Kedua terobosan hukum ini akan saya bahas dalam tulisan saya kali
ini, sebagai berikut:
1.
Whistle Blower
Istilah whistleblower dalam bahasa Inggris diartikan
sebagai “peniup peluit”, disebut demikian karena sebagaimana halnya wasit dalam
pertandingan sepak bola ataui olahraga lainnya yang meniupkan peluit sebagai
pengungkapan fakta terjadinya pelanggaran. Dalam tulisan ini, istilah “peluit
peluit “ diartikan sebagai orang yang mengungkap fakta kepada public mengenai
sebuah skandal, bahaya, malpraktik atau korupsi. Dalam perkembangan penegakan
pemberantasan korupsi Whistle blower sering disamakan dengan pengungkap aib yaitu
istilah bagi karyawan, mantan karyawan atau pekerja, anggota dari suatu
institusi atau organisasi yang melaporkan suatu tindakan yang dianggap
melanggar ketentuan kepada pihak yang berwenang. Secara umum segala tindakan
yang melanggar ketentuan berarti melanggar hukum, aturan dan persyaratan yang
menjadi ancaman pihak publik atau kepentingan publik. Termasuk di dalamnya
korupsi, pelanggaran atas keselamatan kerja, dan masih banyak lagi. Whistleblower
berkembang diberbagai Negara dengan seperangkat aturan masing-masing,
diantaranya ialah :
a. Amerikat
Serikat, whistleblower diatur dalam Whistleblower Act 1989, Whistleblower di
Amerika Serikat dilindungi dari pemecatan, penurunan pangkat, pemberhentian
sementara, ancaman, gangguan dan tindak diskriminasi.
b. Afrika
Selatan, Whistleblower diatur dalam Pasal 3 Protected Dsdosures Act Nomor 26
Tahun 2000, Whistleblower diberi perlindungan dari accupational detriment atau
kerugian yang berhubungan dengan jabatan atau pekerjaan.
c. Canada,
Whistleblower diatur dalam Section 425.1 Criminal Code of Canada. Whistleblower
dilindungi dari pemberi pekerjaan yang memberikan hukuman disiplin, menurunkan
pangkat, memecat atau melakukan tindakan apapun yang merugikan dari segi
pekerjaan dengan tujuan untuk mencegah pekerja memberikan informasi kepada
pemerintah atau badan pelaksanaan hukum atau untuk membalas pekerja yang
memberikan informasi.
d. Australia,
Whistleblower diatur dalam Pasal 20 dan Pasal 21 Protected Dsdosures Act 1994. Whistleblower identitasnya dirahasiakan, tidak
ada pertanggungjawban secara pidana atau perdata, perlindungan dari penceraman
nama baik perlindungan dari pihak pembalasan dan perlindungan kondisional
apabila namanya dipublikasikan ke media.
e. Inggris,
Whistleblower diatur Pasal 1 dan Pasal 2 Public Interes Disclouse Act 1998. Whistleblower
tidak boleh dipecah dan dilindungi dari viktimisasi serta perlakuan yang
merugikan.
Jika dilihat di Indonesia, pengertian Whistleblower menurut PP No.71 Tahun 2000 adalah orang yang
memberi suatu informasi kepada penegak hukum atau komisi mengenai terjadinya
suatu tindak pidana korupsi dan bukan pelapor. Adapun istilah pengungkap fakta
(whistleblower) dalam UU Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pelindungan Saksi dan
Korban tidak memberikan pengertian tentang “pengungkap fakta”, dan berkaitan
dengan itu hanya memberikan pengertian tentang saksi. Adapun yang disebut
dengan saksi menurut UU No. 13 Tahun 2006 adalah orang yang dapat memberikan
keterangan guna kepentingan penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan
pemeriksaan di siding pengadilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar
sendiri, ia lihat sendiri, dan / atau ia alami sendiri. Dalam SEMA Nomor 4
Tahun 2011, Whistle Blower diartikan sebagai pihak yang mengetahui dan melaporkan
tindak pidana tertentu dan bukan merupakan bagian dari pelaku kejahatan yang
dilaporkannya. Namun demikian dalam praktiknya kadang whistleblower juga
terlibat dan memiliki peran yang kecil dalam kejahatan tersebut. Banyak pandangan-pandangan yang sering mengungkapkan
bahwa Whistle Blower merupakan saksi pelapor, atau orang yang melaporkan suatu
tindak pidana korupsi atau permufakatan jahat kepada aparatur penegak hukum
atau penyidik. Namun sebenarnya seseorang disebut Wistle Blower, apabila
memenuhi dua kriteria yaitu:
Whistleblower menyampaikan atau mengungkap laporan
kepada otoritas yang berwenang atau kepada media massa atau publik. Dengan
mengungkapkan kepada otoritas yang berwenang atau media massa diharapkan dugaan
suatu kejahatan dapat diungkap dan terbongkar. Seorang whistleblower merupakan
orang ‘dalam’, yaitu orang yang mengungkap dugaan pelanggaran dan kejahatan
yang terjadi di tempatnya bekerja atau ia berada. Karena skandal kejahatan
selalu terorganisir, maka seorang whistleblower kadang merupakan bagian dari
pelaku kejahatan atau kelompok mafi a itu sendiri. Dia terlibat dalam skandal
lalu mengungkapkan kejahatan yang terjadi. Dengan demikian, seorang whistleblower benar-benar mengetahui dugaan
suatu pelanggaran atau kejahatan karena berada atau bekerja dalam suatu
kelompok orang terorganisir yang diduga melakukan kejahatan, di perusahaan,
institusi publik, atau institusi pemerintah. Laporan yang disampaikan oleh
whistleblower merupakan suatu peristiwa faktual atau benar-benar diketahui si
peniup peluit tersebut. Bukan informasi yang bohong atau fitnah.
Whistleblower berperan untuk memudahkan pengungkapan
tindak pidana korupsi, karena Whistleblower itu sendiri tidak lain adalah orang
dalam didalam institusi di mana ditengerai telah terjadi praktik korupsi.
Sebagai orang dalam, seorang Whistleblower merupakan orang yang memberikan
informasi telah terjadi pidana korupsi dimana ia bekerja. Seorang Whistleblower
ini biasanya merupakan orang yang tidak terlibat dalam perbuatan korupsi namun
mengetahui tentang terjadinya korupsi atau pemufakatan jahat. Dalam konteks hukum
positif kita, kehadiran Whistleblower perlu mendapatkan perlindungan agar
kasus-kasus korupsi bisa diendus dan dibongkar. Hak-hak whistleblower yang juga
seorang saksi (pelapor) telah diatur dalam UU No. 13 tahun 2006 tentang Perlindungan
Saksi dan Korban. Haknya meliputi: Memperoleh perlindungan dari lembaga perlindungan
saksi. Bahkan, keluarga whistleblower
pun bisa memperoleh perlindungan. Bentuk perlindungan pun bermacam-macam.
Misalnya, mendapat identitas baru, tempat kediaman baru yang aman (safe house),
pelayanan psikologis, dan biaya hidup selama masa perlindungan.
a. Memberikan
keterangan atau kesaksian mengenai suatu pelanggaran atau kejahatan yang
diketahui dengan bebas, tanpa rasa takut atau terancam.
b. Mendapatkan
informasi mengenai tindaklanjut atau perkembangan penanganan Lembaga
Perlindungan Saksi terhadap pelanggaran atau kejahatan yang telah diungkap.
c. Mendapatkan
balas jasa atau reward dari negara atas kesaksian yang telah diungkap karena
kesaksian mampu membongkar suatu kejahatan yang lebih besar.
d. Selanjutnya
sesuai dengan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006, LPSK juga melindungi whistleblower
berupa:
e. saksi,
korban dan pelapor tidak dapat dituntut secara hukum baik pidana maupun
perdata;
f. saksi
yang juga tersangka tidak dapat dibebaskan dari tuntutanpidana apabila ternyata
terbukti bersalah, tetapi kesaksiannya dapat dij adikan pertimbangan hakim dalam
meringankan pidana yang akan dij atuhkan
Selain itu, Wistle Blower juga mendapatkan
perlindungan baik fisik maupun non fisik. Perlindungan secara fisik misalnya
terkait dengan penempatan whistleblower di tempat yang aman, perubahan
identitas, termasuk perlindungan terhadap keluarga whistleblower. Melalui perlindungan fisik itu,
diharapkan whistleblower dapat terhindari
dari tindakan balas dendam, intimidasi, atau ancaman lainnya. Perlindungan
non fisik menyangkut perlindungan whistleblower dari resiko pemecatan dari
tempat ia bekerja, dikriminalisasikan, pendampingan secara psikologis, dan komunikasi
yang efektif dengan lembaga yang menangani laporan untuk memastikan
perkembangan penangangan laporan. Sistem perlindungan juga terkait dengan
pemberian balas jasa atau reward terhadap whistleblower. Dengan adanya wistle blower ini diharapkan bahwa
pengungkapan dan pemberantasan tindak pidana korupsi dapat berjalan lancar
sesuai yang diharapkan. Hal ini membutuhkan dengan adanya peraturan
perundang-undangan yang memadai untuk memberikan penjelasan serta mekanisme
tentang adanya whistle blower ini. Serta adanya dukungan dari berbagai pihak
seperti lembaga swasta maupun pemerintahan dalam pembentukan lembaga penerimaan
laporan dari whistle blower serta memberikan perlindungan.
2.
Justice Collaborator
Pengertian Justice Collaborator secara
yuridis dapat ditemukan pada Surat Edaran MA (SEMA) No 4 Tahun 2011 tentang
Perlakuan bagi Whistleblower dan Justice Collaborator. Pada SEMA
tersebut, Justice Collaborator dimaknai sebagai seorang pelaku tindak
pidana tertentu, tetapi bukan pelaku utama, yang mengakui perbuatannya dan
bersedia menjadi saksi dalam proses peradilan. Dalam Surat Keputusan Bersama
antara Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Kejaksaan Agung,
Kepolisian RI, KPK dan Mahkamah Agung, Justice Collaborator adalah seorang
saksi, yang juga merupakan pelaku, namun mau bekerjasama dengan penegak hukum
dalam rangka membongkar suatu perkara bahkan mengembalikan aset hasil kejahatan
korupsi apabila aset itu ada pada dirinya. Untuk menentukan seseorang
sebagai Justice Collaborator, sesuai SEMA No. 4 Tahun 2011, ada
beberapa pedoman, yaitu : Yang bersangkutan merupakan salah satu pelaku tindak
pidana tertentu sebagaimana dimaksud dalamSEMA ini, mengakui kejahatan yang
dilakukannya, bukan pelaku utama dalam kejahatan tersebut serta memberikan
keterangan sebagai saksi di dalam proses peradilan.
Jaksa penuntut umum dalam tuntutannya menyatakan
bahwa yang bersangkutan telah memberikan keterangan dan bukti-bukti yang sangat
signifikan sehingga penyidik dan atau penuntut umum dapat mengungkap tindak
pidana yang dimaksud secara efektif, mengungkap pelaku-pelaku lainnya yang
memiliki peran lebih besar dan/atau mengembalikan asset-aset/hasil suatu tindak
pidana. Atas bantuannya tersebut, maka terhadap saksi pelaku yang bekerja sama
sebagaimana dimaksud di atas, hakim dalam menentukan pidana yang akan
dijatuhkan dapat mempertimbangkan hal-hal penjatuhan pidana sebagai berikut :
a. Menjatuhkan
pidana percobaan bersyarat khusus, dan/atau
b. Menjatuhkan
pidana berupa pidana penjara yang paling ringan diantara terdakwa lainnya yang
terbukti bersalah dalam perkara dimaksud
c. Dalam
pemberian perlakuan khusus dalam bentuk keringanan pidana hakim tetap wajib mempertimbangkan
rasa keadilan masyarakat.
Justice collaborator merupakan setiap tersangka yang
terlibat organisasi kejahatan dan telah melakukan suatu tindak pidana baik atas
inisiatif sendiri maupun atas permintaan aparatur hukum untuk bekerja sama
dengan penegak hukum menemukan alat-alat bukti dan barang bukti sehingga
penyidikan dan penuntutan dapat berjalan efektif. Dalam RUU Tipikor 2011,
justice collaborator telah diatur dalam Pasal 52 ayat (1):”Salah seorang
tersangka atau terdakwa yang peranannya paling ringan dapat dijadikan saksi
dalam perkara yang sama dan dapat dibebaskan dari penuntutan pidana,
jikaiadapatmembantumengungkap tindak pidana korupsi tersebut.Pasal 52 ayat
(2):” Jika tidak ada tersangka atau terdakwa yang pernannya ringan dalam tindak
pidana korupsi ….maka yang membantu mengungkap tindak pidana korupsi dapat
dikurangi pidananya.”
Namun dalam Hukum acara pidana Indonesia (KUHAP)
belum mengatur ketentuan mengenai baik whistle blower maupun justice
collaborator kecuali UU RI Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi/Korban.
UU ini pun tidak memberikan “hak istimewa” kepada seorang justice collaborator,
kecuali “peniup peluit”. Perlindungan hukum bagi justice collaborator tidak
sebatas fisik melainkan juga “keringanan-keringanan” yang bisa ditawarkan. Keringanan
itu baik dalam menentukan besarnya tuntutan penuntut atau hukuman yang akan
dijatuhkan oleh hakim di persidangan atau bahkan kemungkinan untuk dibebaskan
dari penuntutan. Keringanan-keringanan bagi justice collaborator telah diatur
dalam Konvensi PBB Antikkorupsi 2003 dan Konvensi PBB Menentang Tindak Pidana
Terorganisasi 2000 yang telah diratifikasi Indonesia.
No comments:
Post a Comment
Silahkan Memberikan Komentar baik berupa Saran atau Kritik atau apapun itu so pastinya dengan sopan !
Semoga Blog ini Bermanfaat
TRIMAKASIH
:)