Friday 25 January 2013

WHISTLEBLOWER dan JUSTICE COLLABORATOR

PERAN WHISTLEBLOWER dan JUSTICE COLLABORATOR dalam PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA

Tindak  Pidana Korupsi merupakan suatu kejahatan luar biasa (Ekstraordinary Crime) yang dilakukan oleh perseorangan atau korporasi dan pegawai negeri atau pejabat negara. Tindak pidana/kejahatan ini dilakukan untuk memperkaya diri sendiri atau suatu korporasi yang dilakukan dengan berbagai cara. Perbuatan ini erat kaitannya dengan dapat menimbulkan kerugian negara atau perekonomian negara. Dalam proses pemeriksaan tindak pidana ini banyak kasus-kasus yang tidak terselesaikan mapun pemberian putusan yang tidak sesuai dengan harapan masyarakat. Koruptor-koruptor sepertinya begitu pintar dan licik dalam menyembunyikan perbuatannya hingga para aparatur penegak hukum yang telah memiliki kualitas dan keahlian dibidanganya dalam menangani kasus-kasus kejahatan tidak dapat menemukan atau membuktikan

Monday 14 January 2013

PENGERTIAN: POLITIK HUKUM


POLITIK HUKUM

1.             Apakah Politik Hukum itu ?
Politik Hukum terdiri atas politik dan hukum, politik merupakan segala sesuatu yang berhubungan dengan cara atau suatu tujuan yang akan dicapai yang mana didalamnya terdapat suatu nilai yang diperjuangkan. Menurut Otto Von Bismarck, politik itu yaitu mempertaruhkan kemungkinan untuk merebut kemungkinan yang lebih besar. Dalam pengertian Max Weber, politik lebih dari pragmatisme simplist karena ia mengandung sifat eksistensial dalam wujudnya dan juga melibatkan rasionalitas nilai-nilai atau Wertrationalitaet. Jika dilihat teori sistem oleh Parsons, ia menempatkan politik sebagai unit sistem yang bertugas mencapai tujuan, maka tujuan yanng dipilih yaitu tujuan sistem (orientasi kepentingan umum), dan cara untuk mencapainya tunduk pada rasionalitas nilai. Kalau Ignas Kleden mengutip kata-kata Friedrich Schiller “Und setz ihr nicht das Leben ein, nie wird euch das leben gewonnen sein : hidup yang tidak

Sunday 13 January 2013

Makalah Victimologi: Bentuk Perlindungan Hukum bagi Korban Krjahatan menurut Konsep Retributif Justice dan Restoratif Justice

BAB I
PENDAHULUAN
ANALISIS BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM bagi KORBAN
MENURUT KONSEP RETRIBUTIF JUSTICE dan RESTORATIF JUSTICE

A.           Latar Belakang

Korban dalam suatu tindak pidana, pada dasarnya dalam Sistim Hukum Nasional maupun sistem peradilan pidana memiliki posisinya yang tidak menguntungkan. Karena korban tersebut, dalam Sistim Peradilan (pidana) hanya sebagai figuran, bukan sebagai pemeran utama atau hanya sebagai saksi (korban). Dalam kenyataannya korban sementara oleh masyarakat dianggap sebagaimana korban bencana alam, terutama tindak pidana dengan kekerasan, sehingga korban mengalami cidera pisik, bahkan sampai meninggal dunia. Siapa yang mengganti kerugian materi, yang diderita oleh korban ? misalnya biaya pengobatan, atau jika

Thursday 10 January 2013

HUKUM RESPONSIF

Mencermati Arah Politik Hukum Pada Undang-Undang No. 13 Tahun 2006
Tentang Perlindungan Saksi dan Korban

Dalam konsep berhukum, Philippe Nonet dan Philip Selznick membedakan tiga jenis hukum, yaitu hukum represif (repressive law), hukum otonom (autonomous law), dan hukum responsif (responsive law). Titik berat dari konsep berhukum yang dikemukakan oleh Nonet dan Selznick tersebut adalah aspek Jurisprudence and Social Sciences dengan bertumpu pada Sociological Jurisprudenc.
Tujuan hukum represif menurut Nonet dan Selznick adalah ketertiban. Peraturan perundang-undangan pada hukum represif bersifat keras dan rinci, namun tingkat keberlakuannya pada pembuat hukum sangat lemah. Contoh hukum represif yang dikemukakan oleh Soetandyo Wignjosoebroto yaitu hukum yang menyalahi moral konstitusionalisme yang pengelolaan hukumnya berada di tangan para pejabat pemerintah dan digunakan sebagai instrumen legal untuk menjamin keutuhan dan keefektifan kekuasaan pemerintah berdasarkan sanksi-sanksi pemaksa. Tipe hukum represif banyak mengandalkan penggunaan paksaan tanpa memikirkan kepentingan yang ada di pihak rakyat.

PERBANDINGAN KUHP INDONESIA dengan RANCANGAN KUHP TAHUN 2012



PERBANDINGAN KUHP INDONESIA dengan RANCANGAN KUHP TAHUN 2012

BAB I : Tentang ruang lingkup berlakunya ketentuan peraturan perundang-undangan pidana
1.             Menurut waktu
Pasal 1 s/d pasal 2 RKUHP mengatur tentang asas legalitas dibandingkan dengan KUHP sekarang, dimana KUHP menganut asas legalitas formil sedangkan RKUHP mengatur dengan adanya keseimbangan antara legalitas materiel yang tercentum dalam pasal 2 dan legalitas formil pasal 1 ayat (1) sedangkan dalam KUHP hanya mengatur tentang legalitas formil pada pasal 1 ayat (1). Didalam pasal 2 ayat 1 dan 2 RKUHP terdapat ketentuan : Ketentuan  sebagaimana  dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) tidak mengurangi berlakunya hukum yang hidup dalam masyarakat yang menentukan bahwa seseorang patut dipidana walaupun perbuatan tersebut tidak diatur dalam peraturan perundang‑undangan dan Berlakunya hukum yang hidup dalam masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sepanjang sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam

MAKANAN KHAS BATAK "NANIURA"



“NANIURA”

Naniura merupakan salah satu makanan khas etnis suku batak berasal dari Medan, Sumatera Utara, Indonesia. Makanan ini berupa ikan mas (Cyprinus Caprio) yang dalam proses pembuatannya tanpa perlu melakukan proses masak-memasak dengan kata lain disajikan atau dimakan mentah dengan berbagai resep bumbu masak yang juga khas dari daerah tersebut. Itu sebabnya makanan ini disebut “Naniura” karena proses penyajiannya mentah tanpa dimasak dan sehat untuk dimakan. Makanan ini telah ada sejak lama, pada masa adanya raja-raja ditanah suku batak dan merupakan salah satu makanan yang istimewa bagi masyarakat batak sampai sekarang dan tidak ada bosan-bosannya untuk mencicipi kembali. Masyarakat batak pasti menyediakan makanan ini pada saat-saat tertentu maupun acara-acara khusus bagi orang-orang batak, misalnya acara adat pernikahan, penerimaan tamu dan acara-acara khusus lainnya.

Wednesday 9 January 2013

TINDAK PIDANA KORUPSI : GRATIFIKASI SEX



Pemberantasan tindak pidana korupsi saat ini telah berjalan dalam suatu koridor kebijakan yang komprehensif dan preventif. Upaya pencegahan tindak pidana korupsi menyentuh tahapan pemberian dalam arti yang luas (gratifikasi) dari seseorang (pihak lain) kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagai suatu tindak pidana (suap). Undang-undang korupsi saat ini telah memperkenalkan istilah "gratifikasi" sebagai bagian dari pemberantasan tindak pidana korupsi. Gratifikasi yang merupakan suatu pemberian dalam arti luas kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dapat berpotensi kearah suap apabila berhubungan dengan jabatan dan bertentangan dengan kewajiban aparatur negara. Namun dalam penegakan dan penerapan hukumnya cenderung menghadapi hambatan/kendala. Oleh karena itu, pengaturan masalah gratifikasi sebagai upaya penanggulangan atau pemberantasan korupsi yang merupakan bagian dari kebijakan hukum pidana, memerlukan pengaturan yang bersifat komprehensif.

Monday 7 January 2013

ANALISA PASAL 103 KUHP sebagai PASAL Jembatan


Pasal 103 KUHP : “Ketentuan-ketentuan dalam Bab I sampai Bab VIII buku ini juga berlaku bagi perbuatan-perbuatan yang oleh ketentuan perundang-undangan lainnya diancam dengan pidana, kecuali jika oleh undang-undang ditentukan lain”.