Wednesday, 10 July 2013

UPAYA HUKUM KASASI OLEH JAKSA PENUNTUT UMUM ATAS PUTUSAN BEBAS (VRIJSPRAAK)

Sumber foto: m.inilah.com 
Akhirnya setelah lama menjalani perdebatan panjang tentang upaya hukum Kasasi oleh Jaksa Penuntut Umum akibat dari suatu putusan bebas dari Hakim memperoleh Kepastian Hukum dan Keadilan menurut berbagai praktisi maupun masyarakat setelah dikabulkannya permohonan Pengujian Undang-undang oleh MK (Mahkamah Konstitusi) dan diputus pada 26 Maret 2013 lalu atas PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA [PASAL 244] TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 pada Putusan MK Nomor 114/PUU-X/2012. Amar Putusan tersebut yaitu:

Monday, 8 July 2013

SISTEM ATAU TEORI PEMBUKTIAN

Pembuktian merupakan hal terpenting dalam melakukan acara dalam persidangan pengadilan. Pembuktian sangat menentukan terbuktinya unsur-unsur yang dipermasalahkan baik pidana, perdata, tata usaha negara. Dalam pelaksanaan pembuktian pada dasarnya sistem pembuktian diberbagai bidang secara umum memiliki persamaan, hanya tergantung pada jenis alat bukti yang diberlakukan saja.

Saturday, 6 July 2013

TEORI-TEORI PEMIDANAAN DAN TUJUAN PEMIDANAAN

Teori-teori pemidanaan dan tujuan pemidanaan yang ditawarkan dalam perkembangan hukum mengalami perubahan-perubahan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Dalam perkembangannya, tujuan pemidanaan dan pemidanaan memiliki pandangan-pandangan tersendiri yang mengalami perubahan-perubahan dari waktu ke waktu dengan berbagai aliran atau penggolongan sebagai berikut.

BUKTI PERMULAAN

Dalam hal terjadinya tindak pidana, tahap awal yang dilaksanakan yaitu tahap proses penyelidikan dan penyidikan oleh pejabat yang berwenang berdasarkan Undang-undang atau peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sebelumnya perlu dipahami mengenai apa itu penyelidikan dan penyidikan. Kedua tahap ini harus dapat dijamin telah dilaksanakan oleh Penyidik, karena kedua tahapan proses ini merupakan awal mula menentukan ada atau tidaknya suatu tindak pidana beserta alat bukti yang mendukung. Pada kedua tahap ini secara substansial terdapat perbedaan yang mendasar, yang meskipun dalam pelaksanaannya para penyidik lebih memfokuskan pada tahap penyidikan. Perbedaan Penyelidikan dan Penyididikan dapat dilihat dari segi tujuan tindakan.

Monday, 1 July 2013

PERMASALAHAN YURIDIS UNDANG-UNDANG TIPIKOR UU NO 31 TAHUN 1999 Jo. UU No 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI

Yang dimaksud dengan “masalah yuridis” (dalam kebijakan formulasi) adalah : “suatu masalah dilihat dari kebijakan formulasi yang seharusnya“ (menurut sistem yang sedang berlaku); kebijakan formulasi/perumusan yang bermasalah dilihat dari sistem hukum pidana (sistem pemidanaan) yang seharusnya. Jadi bukan dilihat dari sudut:

Thursday, 13 June 2013

KONTROVERSIKU : PERMASALAHAN TINDAK PIDANA ASAL (PREDICATE CRAME) DALAM PEMERIKSAAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

Pengertian Pencucian Uang (Money Loundry) secara umum dapat diartikan sebagai suatu proses untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul hasil dari suatu kejahatan yang berupa harta kekayaan.
Pasal 69 Undang-undang No 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan Dana Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) menyatakan : "Untuk dapat dilakukan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tindak pidana Pencucian Uang tidak wajib dibuktikan terlebih dahulu tindak pidana asalnya."

Sunday, 9 June 2013

KONTROVERSIKU : PERMASALAHAN KRIMINALISASI KUMPUL KEBO DALAM RKUHP 2012

Akhir-akhir ini muncul masalah dan kontroversi atas pengajuan rancangan KUHP dan KUHAP Indonesia yang baru ke DPR dengan adanya beberapa substansi yang dianggap kurang layak diatur dalam sistem induk Hukum Pidana dan acara pidana, yaitu mengenai adanya pasal-pasal yang merumuskan (Kriminalisasi) atas perbuatan yang dianggap oleh Tim Perumus RKUHP dan RKUHAP perlu dilakukan Kriminalisasi. Pasal-pasal tersebut yaitu yang berhubungan dengan Delik Santet, Kumpul Kebo dan Penyadapan. Sebenarnya penggunaan Istilah ini menurut penulis kurang tepat bagi orang Hukum khusunya Delik santet dan kumpul kebo, karena memang yang diatur dalam RKUHP, tidak sepenuhnya merumuskan Istilah tersebut. Dalam pengajuan rumusan RKUHP diatas untuk disahkan oleh DPR terdapat berbagai pro-kontra terkhusus akan ke tiga substansi diatas menyangkut karena sifatnya secara umum mengkriminalisasikan perbuatan-perbuatan tersebut. Dalam tulisan ini saya akan membahas salah satu dari tiga hal tersebut diatas yaitu masalah perumusan KUMPUL KEBO, dalam hal ini penulis hanya menggunakan pola pikir yang sederhana.

Friday, 7 June 2013

KONTROVERSIKU : PERMASALAHAN ASAS LEGALITAS DAN RETROAKTIF DALAM KUHP

Asas ini bagi orang yang bekecimpung dalam dunia Hukum sangat biasa mendengar dan sering menggunakannya dalam penerapan Hukum. Dalam tulisan ini saya hendak membahas permasalahan-permasalahan yang perlu dipertimbangkan dengan penggunaan asas legalitas pasal 1 ayat (1) dan retroaktif (pasal 1 ayat (2) KUHP Indonesia yang masih digunakan sekarang.

Thursday, 6 June 2013

KELEMAHAN DAN KEKURANGAN UU NO 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK


Pengadilan anak menurut UU No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak merupakan pengkhususan dari sebuah badan peradilan, yaitu peradilan umum untuk menyelenggarakan pengadilan anak. Akibatnya dalam pengadilan tidak mencerminkan peradilan yang lengkap bagi anak, melainkan hanya mengadili perkara pidana anak. Tujuan dari sistem peradilan pidana yakni resosialiasi serta rehabilitasi anak (reintegrasi) dan kesejahteraan sosial anak tidak melalui keadilan restoratif dan diversi tidak menjadi substansi undang-undang tersebut. Akibatnya perkara anak, meskipun hanya melakukan tindak pidana ringan harus menghadapi negara vis a vis melalui aparat penegak hukum. Anak dipersonifikasikan sebagai orang dewasa dalam tubuh kecil sehingga kecenderungannya jenis sanksi yang dijatuhkan pada perkara anak masih didominasi sanksi pidana dari pada sanksi tindakan. Konsekuensi logisnya, jumlah anak yang harus menjalani hukum di lembaga pemasyarakatan semakin meningkat.


Wednesday, 15 May 2013

SINKRONISASI SUBSTANSIAL UNDANG-UNDANG NO. 26 T­AHUN 2000 Tentang PENGADILAN HAM DENGAN KUHP DAN UUD 1945

Kelemahan UU No. 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM dgn Sistem Induk Hukum Pidana (KUHP) dilihat dari sinkronisasi substansial:
  1. UU No. 26 Tahun 2000 tidak secara tuntas memperhitungkan konsekuensi penyesuaian jenis-jenis tindak pidana (genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan) dan tidak mengatur sekaligus tentang penyesuaian unsur-unsur tindak pidananya (Elements of Crimes). Secara umum

Thursday, 9 May 2013

TEORI DAN KONSEP KEADILAN DALAM PERSPEKTIF FILSAFAT HUKUM

Berbicara tentang keadilan pastinya tidak ada pendefenisian yang dapat dikatakan sama. Konsep keadilan selalu diartikan dengan berbagai devenisi dan selalu dilatarbelakangi dari sisi orang yang mendefenisikan.
Tentang rumusan keadilan ini ada dua pendapat yang dasar yang perlu diperhatikan, sebagai berikut:

CONTOH EKSAMINASI PUBLIK PUTUSAN HAKIM

EKSAMINASI PUBLIK
Terhadap
KASUS TINDAK PIDANA KORUPSI
Dengan TERDAKWA: SALEHUDDIN
Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Samarinda, Perkara No. 14/Pid.TIPIKOR/2011/PN.SINDA


BAB I
PENDAHULUAN

Mahkamah Agung telah membentuk 33 Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Pengadilan khusus yang berada di lingkungan peradilan umum ini mempunyai wilayah hukum mencakup provinsi masing-masing. Setelah

Monday, 25 March 2013

RATIFIKASI STATUTA ROMA

KEUNTUNGAN dan KERUGIAN
RATIFIKASI STATUTA ROMA
PENGESAHAN ROME STATUTE
OF THE INTERNATIONAL CRIMINAL COURT 1998
(STATUTA ROMA TENTANG MAHKAMAH PIDANA INTERNASIONAL 1998)


Ratifikasi merupakan bentuk kepedulian dan keseriusan suatu negara terhadap suatu hal yang diatur dalam konvensi internasional. Pasal 2 Konvensi Wina Tahun 1969 tentang Perjanjian Internasional mendefinisikan “ratifikasi” sebagai tindakan internasional dari suatu negara dengan mana dinyatakan kesepakatan untuk mengikatkan diri pada perjanjian. Ratifikasi merupakan bentuk penundukan suatu negara terhadap suatu ketentuan hukum (konvensi) internasional, artinya bilamana suatu negara meratifikasi suatu konvensi maka ia terikat dengan hak dan kewajiban yang terdapat dalam konvensi tersebut. Selain ratifikasi, pengesahan

Friday, 25 January 2013

WHISTLEBLOWER dan JUSTICE COLLABORATOR

PERAN WHISTLEBLOWER dan JUSTICE COLLABORATOR dalam PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA

Tindak  Pidana Korupsi merupakan suatu kejahatan luar biasa (Ekstraordinary Crime) yang dilakukan oleh perseorangan atau korporasi dan pegawai negeri atau pejabat negara. Tindak pidana/kejahatan ini dilakukan untuk memperkaya diri sendiri atau suatu korporasi yang dilakukan dengan berbagai cara. Perbuatan ini erat kaitannya dengan dapat menimbulkan kerugian negara atau perekonomian negara. Dalam proses pemeriksaan tindak pidana ini banyak kasus-kasus yang tidak terselesaikan mapun pemberian putusan yang tidak sesuai dengan harapan masyarakat. Koruptor-koruptor sepertinya begitu pintar dan licik dalam menyembunyikan perbuatannya hingga para aparatur penegak hukum yang telah memiliki kualitas dan keahlian dibidanganya dalam menangani kasus-kasus kejahatan tidak dapat menemukan atau membuktikan

Monday, 14 January 2013

PENGERTIAN: POLITIK HUKUM


POLITIK HUKUM

1.             Apakah Politik Hukum itu ?
Politik Hukum terdiri atas politik dan hukum, politik merupakan segala sesuatu yang berhubungan dengan cara atau suatu tujuan yang akan dicapai yang mana didalamnya terdapat suatu nilai yang diperjuangkan. Menurut Otto Von Bismarck, politik itu yaitu mempertaruhkan kemungkinan untuk merebut kemungkinan yang lebih besar. Dalam pengertian Max Weber, politik lebih dari pragmatisme simplist karena ia mengandung sifat eksistensial dalam wujudnya dan juga melibatkan rasionalitas nilai-nilai atau Wertrationalitaet. Jika dilihat teori sistem oleh Parsons, ia menempatkan politik sebagai unit sistem yang bertugas mencapai tujuan, maka tujuan yanng dipilih yaitu tujuan sistem (orientasi kepentingan umum), dan cara untuk mencapainya tunduk pada rasionalitas nilai. Kalau Ignas Kleden mengutip kata-kata Friedrich Schiller “Und setz ihr nicht das Leben ein, nie wird euch das leben gewonnen sein : hidup yang tidak

Sunday, 13 January 2013

Makalah Victimologi: Bentuk Perlindungan Hukum bagi Korban Krjahatan menurut Konsep Retributif Justice dan Restoratif Justice

BAB I
PENDAHULUAN
ANALISIS BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM bagi KORBAN
MENURUT KONSEP RETRIBUTIF JUSTICE dan RESTORATIF JUSTICE

A.           Latar Belakang

Korban dalam suatu tindak pidana, pada dasarnya dalam Sistim Hukum Nasional maupun sistem peradilan pidana memiliki posisinya yang tidak menguntungkan. Karena korban tersebut, dalam Sistim Peradilan (pidana) hanya sebagai figuran, bukan sebagai pemeran utama atau hanya sebagai saksi (korban). Dalam kenyataannya korban sementara oleh masyarakat dianggap sebagaimana korban bencana alam, terutama tindak pidana dengan kekerasan, sehingga korban mengalami cidera pisik, bahkan sampai meninggal dunia. Siapa yang mengganti kerugian materi, yang diderita oleh korban ? misalnya biaya pengobatan, atau jika

Thursday, 10 January 2013

HUKUM RESPONSIF

Mencermati Arah Politik Hukum Pada Undang-Undang No. 13 Tahun 2006
Tentang Perlindungan Saksi dan Korban

Dalam konsep berhukum, Philippe Nonet dan Philip Selznick membedakan tiga jenis hukum, yaitu hukum represif (repressive law), hukum otonom (autonomous law), dan hukum responsif (responsive law). Titik berat dari konsep berhukum yang dikemukakan oleh Nonet dan Selznick tersebut adalah aspek Jurisprudence and Social Sciences dengan bertumpu pada Sociological Jurisprudenc.
Tujuan hukum represif menurut Nonet dan Selznick adalah ketertiban. Peraturan perundang-undangan pada hukum represif bersifat keras dan rinci, namun tingkat keberlakuannya pada pembuat hukum sangat lemah. Contoh hukum represif yang dikemukakan oleh Soetandyo Wignjosoebroto yaitu hukum yang menyalahi moral konstitusionalisme yang pengelolaan hukumnya berada di tangan para pejabat pemerintah dan digunakan sebagai instrumen legal untuk menjamin keutuhan dan keefektifan kekuasaan pemerintah berdasarkan sanksi-sanksi pemaksa. Tipe hukum represif banyak mengandalkan penggunaan paksaan tanpa memikirkan kepentingan yang ada di pihak rakyat.

PERBANDINGAN KUHP INDONESIA dengan RANCANGAN KUHP TAHUN 2012



PERBANDINGAN KUHP INDONESIA dengan RANCANGAN KUHP TAHUN 2012

BAB I : Tentang ruang lingkup berlakunya ketentuan peraturan perundang-undangan pidana
1.             Menurut waktu
Pasal 1 s/d pasal 2 RKUHP mengatur tentang asas legalitas dibandingkan dengan KUHP sekarang, dimana KUHP menganut asas legalitas formil sedangkan RKUHP mengatur dengan adanya keseimbangan antara legalitas materiel yang tercentum dalam pasal 2 dan legalitas formil pasal 1 ayat (1) sedangkan dalam KUHP hanya mengatur tentang legalitas formil pada pasal 1 ayat (1). Didalam pasal 2 ayat 1 dan 2 RKUHP terdapat ketentuan : Ketentuan  sebagaimana  dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) tidak mengurangi berlakunya hukum yang hidup dalam masyarakat yang menentukan bahwa seseorang patut dipidana walaupun perbuatan tersebut tidak diatur dalam peraturan perundang‑undangan dan Berlakunya hukum yang hidup dalam masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sepanjang sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam

MAKANAN KHAS BATAK "NANIURA"



“NANIURA”

Naniura merupakan salah satu makanan khas etnis suku batak berasal dari Medan, Sumatera Utara, Indonesia. Makanan ini berupa ikan mas (Cyprinus Caprio) yang dalam proses pembuatannya tanpa perlu melakukan proses masak-memasak dengan kata lain disajikan atau dimakan mentah dengan berbagai resep bumbu masak yang juga khas dari daerah tersebut. Itu sebabnya makanan ini disebut “Naniura” karena proses penyajiannya mentah tanpa dimasak dan sehat untuk dimakan. Makanan ini telah ada sejak lama, pada masa adanya raja-raja ditanah suku batak dan merupakan salah satu makanan yang istimewa bagi masyarakat batak sampai sekarang dan tidak ada bosan-bosannya untuk mencicipi kembali. Masyarakat batak pasti menyediakan makanan ini pada saat-saat tertentu maupun acara-acara khusus bagi orang-orang batak, misalnya acara adat pernikahan, penerimaan tamu dan acara-acara khusus lainnya.

Wednesday, 9 January 2013

TINDAK PIDANA KORUPSI : GRATIFIKASI SEX



Pemberantasan tindak pidana korupsi saat ini telah berjalan dalam suatu koridor kebijakan yang komprehensif dan preventif. Upaya pencegahan tindak pidana korupsi menyentuh tahapan pemberian dalam arti yang luas (gratifikasi) dari seseorang (pihak lain) kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagai suatu tindak pidana (suap). Undang-undang korupsi saat ini telah memperkenalkan istilah "gratifikasi" sebagai bagian dari pemberantasan tindak pidana korupsi. Gratifikasi yang merupakan suatu pemberian dalam arti luas kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dapat berpotensi kearah suap apabila berhubungan dengan jabatan dan bertentangan dengan kewajiban aparatur negara. Namun dalam penegakan dan penerapan hukumnya cenderung menghadapi hambatan/kendala. Oleh karena itu, pengaturan masalah gratifikasi sebagai upaya penanggulangan atau pemberantasan korupsi yang merupakan bagian dari kebijakan hukum pidana, memerlukan pengaturan yang bersifat komprehensif.

Monday, 7 January 2013

ANALISA PASAL 103 KUHP sebagai PASAL Jembatan


Pasal 103 KUHP : “Ketentuan-ketentuan dalam Bab I sampai Bab VIII buku ini juga berlaku bagi perbuatan-perbuatan yang oleh ketentuan perundang-undangan lainnya diancam dengan pidana, kecuali jika oleh undang-undang ditentukan lain”.